Senin, 25 Mei 2009

Night At The Museum 2 : Another Same Jokes


Hmmm, pelajaran lain yang kita dapatkan saat datang ke bioskop untuk menonton sebuah film adalah jangan terlau banyak berharap pada sebuah sekuel, atau setidaknya jangan membandingkannya dengan film pertamanya.
Bagi orang yang telah menonton Night At The Museum 1 (NATM) pasti mengingat bagaimana betapa seramnya posternya dan saat masuk ke Teater menontonnya kita akan tertawa terbahak-bahak melihat kekonyolan Ben Stiller dalam menghadapi sang penghuni museum yang dapat hidup di malam hari, nah dalam seri keduanya ini kita pastinya tidak akan tekejut lagi jika ada penghuni museum yang hidup dan bertingkah aneh. Cerita dalam sekuel yang dinamai Night At The Museum : Battle Of Smithsonian ini berawal saat barang dari History Museum di New York dipindahkan ke Washington DC, dan diletakkan dalam museum terbesar di Amerika, celakanya tablet yang mempunyai kekuatan untuk menghidupkan mahluk museum di malam hari ikut terbawa, dan di museum baru tersebut ada mumi jahat yang pastinya akan bangkit kembali. Larrey Dalley (Ben Stiller) yang telah dua tahun tak bekerja lagi sebagai penjaga malam di museum kota New York, merasa terpanggil untuk memecahkan masalah tersebut karena menganggap semua mahluk di museum itu adalah sahabatnya.

Tentu saja cerita tak akan seru jika Larrey berhasil mengambil tablet itu dan semua mahluk di museum tak jadi hidup. Ia hanya lambat sepersekian detik untuk menghentikan semua mahluk museum bangkit,disinilah sebuah petualangan seru terjadi dalam semalam. Semua mahluk akhirnya hidup, dan secara tak sengaja dan diatur sedemikian rupa oleh sang sutradara, Shawn Levy untuk menjadi dua kelompok, yaitu kelompok yang membantu Larrey untuk mempertahankan tablet itu dan kelompok yang ingin menguasai dunia yaitu Kahmunrah, seorang mumi jahat keturunan Firaun. Salah satu penghuni museum yang membantu Larrey adalah Amelia Earhart (Amy adams), wanita pertama yang menyebrangi samudra atlantik dengan pesawat, dalam petualangan seru itu, ada kisah romantis mereka yang diselipkan yang untungnya tak menggangu malah memberi hiburan lain bagi penonton, Amy Adams Cukup baik berperan sebagai partner seorang penjaga museum dalam menyelesaikan masalahnya. Peran pembantu lainnya dalam film ini cukup banyak membantu untuk membuat penonoton tertawa seperti owen Wilson, Robbin Wiliams, Hank Azariah yang berperan sebagai mumi jahat yang sedikit bodoh.

Telah saya katakan di awal jangan terlau banyak berharap dari sebuah sekuel, Komedi yang ditawarkan dalam film ini adalah komedi khas Ben Stiller yang sudah lumayan banyak kita saksikan dalam film lainnya yang akhirnya akan menjadi sesuatu yang garing. Selain itu humor yang ditawarkan film ini adalah humor khas Amerika yang tak semua orang paham. Jadi jangan heran di saat penonton lain tertawa anda diam saja menanyakan apanya yang lucu, dan di lain scene anda setengah mati tertawa sendiri dalam bioskop dan hampir semua orang tak tertawa (Pengalam pribadi penulis). Dan ada beberapa scene komedi yang persis dalam seri pertamanya yang membuat kita merasa bosan, sebuah pengulangan yang tak perlu.

Film ini juga adalah salah satu bentuk kesombongan Amerika dalam hal ini adalah Hollywood, walaupun filmnya adalah film cerita dalam semalam namun, biaya yang dihabiskan dalam film ini cukup banyak untuk membuat sebuah museum yang besar, membuat sebuah ruang luar angkasa, atau animasi hebat lainnya untuk menghidupkan patung dan lukisan. Dan kesombongan lain yang kita bias lihat adalah bahwa betapa hebatnya sosok-sosok pahlawan Amerika seperti Rosevelt, Lincoln, yang menjadi tokoh baik dalam film ini dan betapa film ini membuat seolah semua mumi itu jahat, Napoleon Bonaparte hanya sesosok prajurit yang pendek, dan boneka Albert Einstein yang dilempar kesana-kemari.
Tapi sejauh ini tidak ada salahnya datang ke bioskop untuk menonton film ini sebagai penghibur dan penghilang stress, apalagi jika anda telah menyaksikan seri pertamanya.

Rabu, 20 Mei 2009

Angels And Demons : Petualangan Seru yang Mudah di Tebak


Sekali lagi yang harus penonton petik dari sebuah film adaptasi novel, yaitu jangan pernah membandingkan sebuah film dengan cerita asli dalam novelnya jika tidak ingin kecewa, karena film adalah sebuah gambar audiovisual dimana penonton didikte bahwa seperti inilah kondisinya, dan sebuah film dituntut oleh durasi , sedangkan dalam sebuah novel imajinasi kita yang diperlukan disini untuk membayangkan kondisinya.

Seperti ini pula yang terjadi dalam film Angels and Demons, tidak semua penjelasan dalam novel dijelaskan secara rinci dalam filmnya, mungkin ini pengaruh durasi yang menuntut, atau saja pengaruh agar tidak ada lagi kontroversi yang terjadi seperti dalam film davinci code karena menggamblang secara ekstrim soal agama.
Angels And Demons adalah sebuah petualangan lain dari Robert Langdon (Tom Hanks) seorang Profesor dan ahli sejarah Universitas Harvard yang dipanggil oleh polisi Italia untuk mengungkap sebuah kasus. Kasus ini berawal saat kematian sang Paus agung, dengan segera mungkin gereja mencari pengganti sang Paus. Namun secara misterius sebuah kelompok yang menamai diri mereka kelompok persaudaraan Iluminnati, sebuah kelompok penentang gereja yang diduga telah punah, menculik empat orang pendeta yang menjadi kandidat kuat untuk menjadi pengganti sang Paus yang wafat.dan parahnya lagi kelompok tak terlihat itu sudah memasang bom yang siap meledakkan seluruh Vatikan di saat semua umat kristiani dari seleruh penjuru dunia ingin melihat langsung pelantikan Paus baru.

Disinilah petualangan Langdon dimulai, dengan mengandalkan pengetahuanya terhadap gereja Romawi ia mengungkap satu-persatu teka-teki yang telah di atur rapi oleh otak kekacauan mulai dari di mana para pendeta itu disekap, hingga letak keberedaan bom.tidak beda jauh dari film Hollywood seperti Nasional Treasure, Indiana Jones, selain kecerdasan, Langsdon di bantu oleh banyak kebetulan dan keberuntungan dalam pencariannya, dan tak lupa dalam setiap petualangan sang jagoan, pasti ada seorang wanita cantik mendampinginya, di film yang merupakan novel adaptasi Dan Brown ini, Ayelet Zulet berperan sebagai Victoria, sang ahli bom yang membantu Langdon dalam memecahkan masalahnya, namun asmara mereka tidak terlau di eksplor layaknya dalam novel.
Sang Sutradara, Ron Howard, mengajak kita untuk berwisata ke Negara Vatikan dan Kota Roma, memperlihatkan arsitektur kedua Negara itu yang memang cukup indah. Ada sedikit humor diselipkan dalam film, namun ada beberapa yang tidak pada tempatnya. Contohnya saja saat kita sudah dibuat tegang saat Langdon kehabisan napas di dalam perpustakaan, tiba-tiba ada secuil humor disitu yang merusak sensasi ketegangan kita.but,,, so far film ini cukup bagus, Tom Hanks berusaha kembali total memerankan Langdon karena saat di Davinci Code beberapa majalah film dan kritikus menganggap ia tidak cocok memerankan Sang Profesor kharimasitk seperti di dalam novel. Owen Mcgregor mengejutkan kita dengan perannya sebagai seorang pendeta, kita tahu karakternya dalam film-film sebelumnya cukup berbeda (The Island, Big Fish, Star Wars)

Secara teknis dan visual, film-film Hollywood tidak usah diragukan lagi, efek saat bom meledakkan merupakan efek visual terbaik oleh sang sutradara. Di beberapa Negara film ini berada di top box office, jadi tak ada salahnya menyaksikan film ini, walaupun mungkin alur ceritanya sudah umum dan mudah ditebak, dan sekali lagi, jangan terlalu membandingkannya dengan novelnya.